Kamis, 15 Maret 2012

Uniknya Maleo,Akupun Jatuh Cinta

          Mengenal endemik Indonesia.Itulah mimpi.Salah satunya menjenguk keunikan Sulawesi. 28 Desember 2008,start pukul 06.00 wita.Seorang teman,alumni Fakultas Pertanian Univ.Gorontalo mengajakku mengamati Maleo.Kerennya Macrocephalon maleo.Julukannya si burung gosong.Sebelumnya kami menginap di Stasion Penelitian dan Konservasi Maleo.Bersama MPA Tarantula,Faperta Univ.Gorontalo,MPA Benua Fakultas Ekonomi
      
Meskipun menara pengamat Maleo sangat sederhana,aku mencoba bertahan.Lebih kurang pukul 10.00 wita,kamipun bisa menyaksikan Maleo.Tampak dua ekor burung ini di lokasi penangkaran yang dikenal bekerja sama dengan WCS.
          Maleo punya kebiasaan,meletakkan telurnya di lubang yang telah di gali.Maleo tidak mengerami telurnya.Pengeraman dilakukan oleh tanah dengan bantuan panas bumi atau sinar matahari yang menghangati tanah di mana telur Maleo berada.
         Kedalaman lubang tersebut berkisar antara 30-50 cm.Namun pernah juga ditemukan lebih dalam,bisa mencapai 1 m.Atau sebaliknya dekat dengan permukaan tanah.Hal ini dipengaruhi faktor sumber panas tadi.Ketika Maleo betina bertelur,sang jantan dengan sabarnya menunggu sambil mengawasi keadaan di sekitar lubang bertelur.Selesai bertelur,Maleo betinapun menimbun telur,bergantian dengan Maleo jantan.Di sekitar lubang tadi,mereka membuat lubang-lubang tipuan untuk mengelabui pemangsa.Biasanya untuk menghindari perburuan dari babi hutan dan biawak yang suka memangsa telur Maleo.
       
          Maleo betina mampu memproduksi telur mencapai 8-12 butir/tahun.Telur Maleo bisa mencapai kurang lebih 11 cm.Diperkirakan mencapai 4-5 kali lebih besar dari ukuran dan berat telur ayam.Beratnya berkisar sekitar 178-267 gram atau rata-rata 232 gram.Lebih dari setengah atau sekitar 67% isi telur Maleo adalah kuning telur.Untuk menetaskan telur Maleo dibutuhkan suhu tanah sekitar 32-36 derajat  celsius.Selain itu telur Maleo memiliki ciri berbentuk lonjong.Maleo juga bertelur 60 hari dengan 1 telur.
          Ketika kami mengamati Maleo dari menara pengamatan,aku sempat terbengong.Sampai terlupa mengambil foto si burung gosong ini.Syukurlah Hasyim,sempat merekamnya dengan habdycamku.Bagaimana tidak.Maleo jantan dan betina,masih berjalan bersisian setelah selesai menguburkan telurnya.Sampai merekapun menghilang di kejauhan hutan.Maleo di sapa burung gosong karena aku melihat sendiri bulunya hampir keseluruhan hitam.Begitu juga seperti jengger di atas kepalanya.Kecuali di bagian dalam perut memanjang hampir mendekati leher,bewarna putih.Burung ini juga dikenal bukan burung yang biasa terbang.
          Kami juga menyempatkan melihat lubang-lubang hasil karya si Maleo ini.Lumayan dalam.Bahkan diantara anak Tarantula ada yang masuk.Barangkali saja beruntung bisa menemukan telurnya.Biasanya yang bertugas mencari telur ini adalah para petugas di WCS (Wildlife Conservation Society),yang punya misi melestarikan satwa liar di Sulawesi.WCS,lembaga konservasi berbasisi di Amerika Serikat,menyatakan pantai yang berada di sekitar 100 km dari Tambun Nesting Ground kecamatan Dumoga Timur,Bolaang Mongondow dipilih karena di dalamnya terdapat sekitar 40 sarang Maleo.Maleo rutin menggali dan mengubur telurnya di pantai tersebut setiap musim bertelur.
         
          Mereka pun mengajakku menjenguk isi hatchery bambu.Aku melihat banyak patahan batang kira-kira sepanjang siku-siku lengan,tertancap di dalamnya.Wayan ketua umum Tarantula menjelaskan bahwa itu berfungsi untuk menandai telur Maleo yang sudah ditemukan oleh petugas WCS dari lubang asli karya si Maleo.Jadi artinya,akan diketahui telur mana yang menetas atau yang akhirnya busuk alias tidak menetas sama sekali.Dengan cara ini pula WCS menyelamatkan telur Maleo dari musuh besarnya.Juga para pencari rotan,bisa disimpulkan mereka belum pahami bahwa Maleo termasuk burung terancam punah.Semestinya dilestarikan,jika generasi Sulawesi dan Indonesia bisa tetap ingin melihat kehidupan burung gosong ini.Bukan mengambil atau membawa telurnya sebagai santapan lauk.
          Wayan juga bercerita,ketika Gorontalo pernah dilanda banjir tahun 2007 telur yang ditandai di hatchery bambupun busuk semua.Bayangkan jika di areal tersebut ada beberapa hatchery bambu dan sampai puluhan telur Maleo.Menurut Hasyim Lahinta 1 penangkaran paling sedikit 90 butir telur.Ketika berada di lokasi,aku memang melihat ada beberapa hatchery bambu yang bisa dikatakan sangat sederhana.Beratap seng dan berdinding kawat.Seperti jaring,berlubang kecil-kecil.Begitu juga yang disebut menara pengamatan Maleo hanya beratap rumbia,bertangga bambu.
          Terbersit  sedikit kecewa menyinggahi anganku.Aku dan teman dari Tarantula tidak bisa menemukan telur dari lubang peneluran Maleo.Biar begitu aku terhibur ketika mereka membolehkan aku menimang dan berpose dengan telur si burung gosong ini.Kebetulan para petugas dari WCS juga ada di lokasi dan berhasil menemukan 2 telur Maleo di lokasi beda namun masih satu areal.Akhirnya kami jadi model Maleo,begitu julukan dari Irma,temanku berkelamin perempuan.Mahasiswi sastra Inggris Univ.Negeri Gorontalo.Kamipun tertawa bersama ketika Keizho Takasuka peneliti serangga dari Jepang,lagi survei untuk penelitiannya,memegang telur Maleo sambil berceloteh.Terdengarlah suara khasnya si empunya bunga khas Jepang,Sakura.
          Hampir Zuhur kamipun bergerak.Menuju karang kapur yang berada tidak jauh dari lokasi peneluran Maleo.Aku sempat berbisik di batin.Biarpun fasilitas konservasi Maleo sangat sederhana kuucapkan terima kasih pada Sang Maha Indah.Masih memberikan aku kesempatan menyaksikan indah ciptaanNya.Membuktikan ajakan Hasyim Lahinta bahwa Maleo unik dan berbeda prilaku dengan kebanyakan unggas.Hasyim sendiri menyelesaikan D.III nya dengan meneliti Maleo.Makanya Hasyim bisa sangat mengenal lokasi Maleo.
          Aku juga mengungkapkan pada Hasyim Lahinta.Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Maleo.Si burung gosong ini begitu setia pada pasangannya ketika mengubur telur mereka.Paling unik,Maleo ternyata anti poligami.Sepanjang hidupnya,si Macrocephalon maleo hanya punya satu pasangan.Maleo betina tidak akan bertelur lagi setelah pasangannya mati.Menurutku,hal ini juga mempercepat proses kelangkaan si Maleo.
Harapan dan doaku,anak cucu Indonesia masih bisa mengenal dan menjenguk kehidupan Maleo.Bukan tinggal cerita dongeng atau legenda.
Semoga.Amin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar