Kamis, 27 September 2012

Tumbilotohe,Kilau Lampu di Negeri Dongeng







                                                                                                                               
        Kali ini,sakit jiwaku makin parah.Bagaimana tidak!Setelah menghirup udara pada denyut jantung Kalimantan Timur,Berau,akupun bikin rencana mendadak ke Gorontalo.Hanya saja kunjunganku yang ke tiga ini,aku ingin melihat kerlip-kerlip lampu di sana.Pun,akibat sms maut Wayan.Menawarkan aku,libur Lebaran di Gorontalo saja."Yah...kapan lagi untuk konyol ya,"batin jiwaku.Ops...konyol dalam limit positif loh.Mengenal keunikan Gorontalo,menyambut Idul Fitri dengan tradisi pasang lampu tiap tahunnya.Mumpung masih ada waktu dan uang,meski selalu tak pernah cukup tapi bisa.Nah loh!
        Karena keinginanku bisa menikmati Tumbilotohe,kedatanganku ini cukuplah di ujung Ramadhan saja.Sekalian memberi kesempatan tubuh kurusku istirahat dari khasnya gerak pesawat.Waduh...gila bener!Entah sudah berapa kali aku naik kapal terbang,bolak-balik dalam kurun setahun.Alhamdulillah,aku masih kuat.
          Kami mulai bergerak,tanggal 26 Agustus 2012.Pukul 23:25 wita.Berdua,boncengan dengan Kelung alias Nyoman,anggota Tarantula juga.Wayan membonceng Susan dan bocah cilik laki-laki.Ponakan Susan ngkali.Hanya saja belum jauh motor melaju,kami terpisah dengan Wayan.Jalanan penuh manusia berkendara.Kami pun melanjutkan sendiri perjalanan ini.
 

          Petualangan malam pun kami lakoni.Kawasan yang dituju Kelung,jalan Pangeran Hidayat,kelurahan Liluwo,jalan Prof.dr.Ario Katili,jalan Brigjen Pola Isa,jalan K.H.Adam Zakaria,jalan Sultan Botituhe,jalan Kartini.Jika kami melewati jalan utama atau kota Gorontalo akan kelihatan ramai sinar terpantul dari lampu-lampu listrik.Melengkung.Menghiasi jalanan.Beraneka warna.Ketika laju motor mulai memasuki wilayah jalanan lain,mulailah tampak bias cahaya kuning dari lampu-lampu minyak pada botol.Botol-botol yang kayak lampu sentir ini,di pasang pada bambu-bambu kuning maupun hijau.Ada yang berbentuk,ada pula sekedar alat topang lampu.
          Kalau bambunya berbentuk biasanya di pasang di depan gerbang atau suatu tempat.Apakah itu lapangan kosong maupun rumah-rumah penduduk.Jika di tanah kosong,bambu-bambu itu,terpacak rapi dan teratur.Dengan liukan cahaya lampu-lampu dari botol-botol.Bayangkan jika lapangan itu penuh botol-botol bercahaya lampu.Tentu saja menakjubkan!
          Tiba kami di sebuah jembatan,terbuat dari tiang besi,kami pun berhenti.Asal tahu saja ya...
Tumbilotohe,berasal dari bahasa Gorontalo,merupakan etimologis kata 'tumbilo' artinya pasang dan 'tohe' berarti lampu.Jadi,Tumbilotohe itu memiliki pengertian kegiatan menyalakan lampu atau malam pasang lampu.Kebiasaan yang sudah menjadi kultur ini,merupakan tanda akan berakhirnya bulan suci Ramadhan,di mana telah memberikan petunjuk bagi masyarakat Gorontalo.Lalu,penduduk percaya jika momen itu,kesempatan yang baik bagi perenungan diri,sebagai insan ciptaanNya.Atau manusia telah kembali pada fitrah. 
          Berdasarkan sejarah aktivitas Tumbilotohe telah berproses dari abad XV.Di mana bahan itu sendiri di ambil dari damar,getah pohon yang bisa menyala cukup lama.Selanjutnya,damar di bungkus menggunakan janur dan di tempatkan di atas kayu.Bersamaan lajunya perubahan kehidupan manusia menyebabkan damar pun sulit ditemukan.Akibatnya bahan lampu menggunakan minyak kelapa atau padamala,selanjutnya berganti menjadi minyak tanah.
          Disebabkan fenomena sekarang,minyak tanah juga semakin jarang dan mahal,maka tidak heran jika sebagian Tumbilotohe berhias lampu-lampu listrik.Hmm...begitulah adanya pergeseran yang terjadi pada pasang lampu di kota pengrajin Karawang ini.Kami lalu menuju jalan John Ario Katili,jalan Pangeran Hidayat.Aku melihat ada lapangan,tepatnya di sebelah kiri dari kami datang,tampak janur kuning terpajang menghiasi tirai malam.Juga ranting-ranting berlampu,terdapat di sekitar selokan.Berjejer,dengan jarak tertentu terpacak ranting-ranting berhias sinar dari botol minuman energi,seperti M-150.Kreatif ya.Hehehe...sekalian mengurangi sampah dong ya.Menggunakan kembali barang bekas menjadi sesuatu yang berguna,menjadi bahan pasang lampu.
          Di pinggir jalan,aku juga menyaksikan lampu dari botol,diletakkan di bambu hijau yang sudah di bentuk menyerupai wadah,seolah jari-jari tangan yang menggenggam,kemudian di balut kertas minyak warna warni,diantaranya merah,kuning,hijau.Mirip lampion deh.Kami melintasi jalanan HOS.Cokroaminoto,Sultan Botutihe.Di sini kami bertemu Wanti,boncengan dengan Zul.Masih anggota Tarantula loh,kalau Zul sih aku kenal selayak mengenal Wayan.Wanti,masih angkatan baru tuh.Aku dan Kelung,melewati simpang berbentuk bundaran,area itu merupakan salah satu bagian kecamatan Kabila.Masih ramai orang-orang khususnya anak muda bermotor,memadati jalanan.
                                                                                                                                                                                                              
          Aku dan Kelung,sengaja menyusuri jalanan,menikmati kilau cahaya bagai di negeri dongeng ini selama tiga malam berturut-turut.Hingga malam takbiran tiba.Meski pada saat itu gema takbir hampir tidak ada,karena masyarakat masih menanti keputusan pemerintah kapan tepatnya,Hari Raya Idul Fitri.Aku juga ada ungkapkan ke Kelung kalau kilau cahaya yang bertaburan itu bagai ribuan kunang-kunang hinggap di pohonan kecil.Atau aku selayak berada di negeri dongeng yang lagi berkilau lampu-lampu.Kebetulan kami lagi istirahat sekaligus memandangi lampu-lampu di sebuah lapangan luas.Kelung hanya diam,tersenyum samar.
          Tumbilotohe diadakan kala Maghrib akan tiba dan pagi menyapa.Biasanya ini terjadi pada tiga malam terakhir bulan Ramadhan.Juga pada malam pasang lampu ini,dilaksanakan berbagai festival.Diantaranya lomba-lomba meriah bertema keagamaan antar kampung.Bisa juga menghadiri permainan Bunggo' sehabis Tarawih atau saat menantikan sahur.Jadi jangan heran,jika Tumbilotohe menjadi daya tarik bagi warga pendatang,seperti dari Manado,Palu dan Makassar.
          Apa saja hiasan yang menjadi khas dan makin unik pada Tumbilotohe ini?Yup ini dia!
1.Alikusu,kerangka pintu gerbang.
Alikusu ini terbuat dari bambu kuning,berhias janur,pohon pisang,tebu dan lampu minyak.Diletakkan di pintu masuk pada rumah,instansi,masjid dan pintu gerbang perbatasan suatu kawasan.Pada pintu gerbang ini juga akan terlihat bentuk kubah masjid,merupakan simbol utama Alikusu.Biasanya,penduduk setempat menghiasi Alikusu menggunakan daunan,khususnya janur kuning.Di atas kerangka disangkutkan beberapa buah pisang,merupakan simbol yang memiliki arti kesejahteraan sedangkan tebu menyiratkan kemanisan,keramahan dan kemuliaan hati menyambut Idul Fitri.
2.Bunggo',meriam bambu
Ini adalah permainan populer di kalangan anak-anak Gorontalo di bulan Ramadhan.Di mana akan ada saling adu balas keras suara meriam bambu.Bunggo' terbuat dari bambu pilihan di mana setiap ruas di dalamnya,selain ruas paling ujung,di lubangi.Di dekat ruas paling ujung di beri lubang kecil,diisi minyak tanah.Lubang kecil ini merupakan tempat menyulut api hingga mampu menghasilkan letusan kecil.Seraya meleburkan suasana kampung dengan bunyi meriam,para remaja dan anak-anak berseru mengingatkan masyarakat untuk segera terjaga,tidak larut dalam buai mimpi."Sahur...sahuuur..."
          Pada pasang lampu,penduduk juga bisa menampilkan berbagai hasil karyanya.Seperti menerima dan mengerjakan pesanan pengunjung,yang ingin nama diri atau instansinya dirangkai dengan lampu Tumbilotohe.Adapun makna dari kebiasaan budaya Gorontalo ini juga untuk menyambut datangnya Laitul Qadar.Agar masyarakat tidak terperangkap dari tidur dan tetap bisa beribadah.Sekaligus menyambut kemenangan Hari Raya Idul Fitri.Apa pun sebab adanya kultur ini kita anggap saja hal itu merupakan budaya khas warga Gorontalo,sisi baiknya tentu saja dapat kita nikmati.Bahkan sudah menjadi daya tarik wisata  provinsi Gorontalo.Kalau dikaitkan agama,nantinya malah bisa menyebabkan bid'ah.Iya nggak?
          Aku juga menerima sms dari Ain,sahabat belia yang sedang kuliah di Gorontalo.Ain sendiri sih suku Kaili bertempat tinggal di Poso.Ia mengabari kalau sebelum pasang lampu tahun 1433 H,ada ba kupas kacang dengan pisang dan pasar senggol.Apa boleh buat,karena seorang sahabat belia akan melangsungkan pernikahannya sehabis Lebaran 1432 H,maka aku tidak bisa menyaksikan Lebaran Ketupat di Gorontalo.Semoga,aku bisa kembali lagi ya.Moga...Amin.